Segaris cerita milikku


Sekedar selipan cerita di antara hiruk pikuk kehidupan, mungkin kisahku hanya satu titik dalam lingkaran yang tak berujung. Tapi inilah titikku kemarin yang ku lalui di tengah terik hujan kehidupan.Sebut saja namaku PUTRA, aku adalah pemuda Sumbawa yang baru saja lulus SMA. Hidup di kota yang penuh dengan sejuta cerita kenangan yang terpeluk hingga saat ini. Bersama kawan-kawan, sanak keluarga lewati hari dengan canda dan tawa yang tak di sangka bakal habis jua masanya. Sesekali bergerombol di pinggir-pinggir kota dengan teman-teman sebaya, nikmati malam-malam yang mungkin hanya akan tinggal semalam saja dalam ingatan. Tak terbayangkan masa-masa itu akan berakhir sampai di bulan Mei saja, habis masaku bersenang. Masa datang, ketika aku harus berangkat meninggalkan kota tercintaku, tinggalkan keluarga dan kawan-kawan yang manisnya membekas seperti kotaku yang punya tambang emas juga hutan-hutan yang masih perawan.

Ceritanya berawal saat aku di tawarkan sebuah pekerjaan oleh teman pamanku. Dia adalah seorang guru di kotaku. " Kamu mau ngga kerja dikapal barang dengan gaji sebesar $250, dan di tambah dengan bonus diluar gaji pokok?" tawar pak guru itu. Dia bercerita seperi madu tentang luar biasanya penghasilan yang dapat di raih di sana. Serta cerita tentang betapa nyamannya bekerja di kapal barang. Dengan seksama saya mendengar dan dalam hati saya sangat berharap bisa ke sana, hati melompat-lompat rasanya. Bayangkan saja, lulusan SMA bisa memiliki pekerjaan dengan gaji yang pakai mata uang dollaaaar!!. Setelah puas mendengar manis madu itu saya langsung menerima tawarannya tanpa pikir dua kali atau seribu kali. Angan-angan itu kadung membujuk. Dollaaarr!!

di taman saat musim semi tiba. Wajahnya penuh dengan bulir-bulir kemenanagan, kemilau. Sayapun tak jauh beda, senang sekali menerima kebaikan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya, seperti mimpi saja rasanya. Dengan syarat harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 3.000.000; itupun saya rela mengusahakan dengan senang hati. Tak terbayangkan apa yang mesti akan terjadi hingga saat ini, saya terdampar dengan sejuta janji yang belum juga pasti, namanya saja mimpi. Dollaaarr!!

Tiba rasanya, tepat tanggal 22 bulan kelima, meski rasa lemah di kaki menggayut berat tapi mimpi itu penuh dada untuk berani tinggalkan keluarga. Padahal baru kemarin tanah pekuburan ibuku di gali dan tanahnya masih basah berbunga. Hari berkabung malah aku berangkat meski hati separuh. Dengan seorang diri aku meluncur langsung ke sebuah alamat PT di Jakarta yang di berikan oleh pak guru itu. Langka pertamaku dalam mula yang ujungnya jauh di ujung mata.

Sampai di Ibukota Negara Indonesia yang tercinta, bukan berarti hati-hatiku seperti gemerlap lampu kota warna warni yang mengerling genit di pandangan. Di Jakarta, aku menunggu keberangkatan untuk bekerja ke luar negeri yaitu Africa Selatan selama 2 bulan lebih.Tapi tekad sudah bulat, maka sabar menunggu belum habis hingga waktu berangkat itu datang pada tanggal 17 Mei 2013, aku dan teman-teman lainnya meninggalkan negeri tercinta Indonesia. Lebih jauh dari sekedar meninggalkan Sumbawa menuju Jakarta. Hati berdegup, apa yang bakal aku liahat dan alami nantinya di negeri orang. Sekali lagi aku redam demi sebuah mimpi yang didalamnya asas tertutup rapat. Langkah kedua, kali ini aku pejamkan mata hamburkan doa-doa agar mimpi itu berbuah nyata.

Penerbangan tak usah aku ceritakan panjang kata, rasanya berjam-jam di atas langit yang kadang mendung, sampai juga kami di bandara Cape Town (Africa Selatan). Belum lagi melemaskan otot yang kaku setelah lelah dalam perjalanan, ada seorang yang tidak kami kenal sebelumnya menghampiri dan meminta semua paspor kami untuk di kumpulkan. Setelah itu dia membawa kami ke suatu tempat yang tidak kami ketahui namanya dan di minta sekali lagi menandatangani suatu surat yang tidak kami mengerti bahasanya. Saat itu aku dan teman-teman berjumlah sebelas orang dan langsung di arahkan ke dermaga, di mana ada  kapal yang nantinya kapal itu tempat kami bekerja, tapi bukan kapal pesiar melainkan kapal penangkap ikan. Di luar bayangku semula, kapal barang.

Dua hari kemudian aku dan teman-teman meninggalkan dermaga Cape  Town untuk berlayar mencari ikan walaupun dengan hati resah kecewa karena sudah di tipu oleh sponsor yang ada di Indonesia. Janjinya saya akan di pekerjakan di kapal barang tapi nyatanya di kapal ikan, hendak bilang apa. Aku kadung jauh dari mana-mana. Kapal penangkap ikan yang pertama kali ku naiki ternyata ktiga hari kuhuni hanya 2 atau 3 hari saja, harfi berikutnya di tengah laut aku dan teman-teman di pindahkan ke kapal ikan yang ukurannya lebih kecil. Meski sempat menolak karena tidak sesuai dengan perjanjian kerja lapangan, tapi kami bisa apa saat itu, Manut jua. Ancaman kapten kapal lebih kencang daripada suara penolakan kami. Tidak mau di pindah, berarti tidak ada jatah makan, rokok, dan jatah keperluan lainnya!!. Ini kami di tengah negeri orang, jauh dari siapapun, di tengah laut pula. Maka kami ikuti saja perintah kapten kapal, meski di kapal kecil itu kami hanya mendapatkan waktu istirahat per dua puluh empat jam hanya tiga jam saja!. Tapi dasar manusia, aku masi saja measa beruntung di beri istirahat tiga jam itu.

Hari-hari kami lalui dengan asin dan amisnya ikan yang kami tangkap. Perputaran matahari dan bulan tak berasa lagi, karena lelah dan kecewa kadung kalah dengan pasrah. Dan setelah 5 bulan berlayar, kapal ikan ini bersandar di dermaga Cape Town dan ternyata malah kapal ikan kami di tangkap pemerintah setempat. Harapan memperoleh gaji selama bekerja keras dan tersiksa dengan kondisi kurang waktu berehat tentu menimbulkan semangat. Tapi alangkah! Hidup terlampaui perih. Gaji yang seharusya kami terima, ternyata sudah di terimah oleh orang yang katanya mengurus gaji kami dan dia sudah hilang dengan membawa gaji kami. Kepala ini sudah tak tahan lagi, akhirnya kami berinisiatif meminta bantuan kepada KBRI, KJRI milik Indonesia yang berada di Africa selatan itu .

Ternyata yang kami harafkan bantuan dari KBRI, KJRI tidak kunjung datang hingga tiba saatnya kami di bawa ke penjara imigrasi yang berada di Johanes Burg. Di situ kami di perlakukan seperti kriminal, kalau mau makan harus ngantri dulu sepanjang kurang lebih 500 orang. 

Sekitar 2 bulan lebih dari Desember 2013 s/d Februari 2014 kami dipinjara dan kami dipulangkan dengan status deportasi tidak membawa uang sepeserpun, kami dikawal oleh petugas Afrika Selatan sampai Indonesia di bandara Halim Kusuma, sesampainya di bandara Halim kusuma kami 74 orang dibawa ke BP3TKI Ciracas, di BP3TKI sudah ada PT yang menunggu kami dan mereka berjanji semua hak-hak kami dibayar pada saat sudah sampai PT. Ternyata di PT kami di intimidasi, dipaksa menandatangani surat peryataan yang isinya jika kami menerima duit Rp 1.000.000, maka kami tidak akan menuntuk kemanapun diantaranya kepolisian dan lembaga terkait. mau tidak mau akhirnya saya menerima duit Rp 1.000.000 karena pada saat itu saya tidak punya uang sepeserpun dan ingin menghubungi saudara yang berada dikampung. Semenjak kejadian itu saya masih menunggu di PT dan saya ingin berangkat lagi kerja ke luar negeri, karena saya malu dan merasa sedih karena sudah jauh jauh meninggalkan kampung halaman yang berada di NTB Sumbawa Besar desa Tatede kec. Lopok.
Di PT saya dimintain dokumen lagi berupa KTKLN untuk dijadikan persyaratan pemberangkatan ke Kapal lagi. 3 hari lamanya di PT teman saya menghubungi saya terus diajak melaporkan kasus ini ke Kepolisian, saya masih tidak mau karena harus berangkat kerja lagi. Keeaokan harinya teman saya nelpon lagi membujuk saya untuk kabur dari PT tersebut, dan akhirnya tanpa berfikir panjang saya langsung bergegas meninggalkan PT terswbut dengan pakaian seadanya dan koper saya tinggalkan. Saya berjalan menuju suatu mall yang ada di daerah Bekasi Harapan Indah. Sesampainya disitu saya dijemput oleh saudara teman saya pakai mobil diajak ke rumahnya. Sesampainya dirumahnya saya langsung diajak ke BNP2TKI. di BNP2TKI saya bertemu dengan orang baru yang bekerja di salah satu organisasi yaitu Serikat Buruh Migran Indonesia. Disitu saya ditanya asal dan apa masalah saya, dengan hati sedih saya menceritakan perjalanan saya dari kampung yang dipekerjakan tidak seauai kontrak dan tidak membawa uang sepeserpun. Akhirnya saya dibawa ke SBMI untuk bergabung dan menyelesaikan kasus saya. Sekitar 2 bulan lamanya Mr. Kasim dari ITF datang ke Indoneaia untuk menemui kami 74 orang ABK korban Traffickin untuk memberikan uang santunan sebesar $ 1000.
Kurang lebih 6 bulan di SBMI saya mendapatkan beasiswa dari International Organitation Migration ( IOM ) bekerjasama dengan SBMI dan mendapatkan dana bantuan untuk buka usaha sebesar 100 juta.
Sambil saya dan 2 orang teman saya yaitu Rizky dan Eko menjalankan usaha Fotocopy tepat pada bulan September 2014 saya masuk kuliah di salah satu Universitas di Jakarta yaitu Universitas Bung Karno atau seeing disingkat UBK. disitu saya mulai bangkit lagi semester demi semester saya lalui, tepat di semester 3 Saya tidak mendapatkan biaya kuliah lagi dari IOM. Usaha fotocopy juga bangkrut, untuk makampun susah. Akhirnya saya memutuskan untuk cari sampingan diluar seperti bantu teman teman kampus mengetik dan lain lain. Hari demi hari saya lalui, tepat pada bulan Agustus 2018 saya susun Skripsi dengan judul (Reformulasi Perjanjian Kerja Laut antara Anak Buah Kapal dengan Majikan). Alhamdulillah penyusunan skripsi saya lancar.

saya Wisudah pada bulan November 2018 dengan hati bahagia bercampur sedih karena orang tua saya tidak ada disamping ku.

Seandainya kamu ada disampingku Ibu saya akan memeluk mu dengan erat dan bilang terimakasih sudah mendidik, menjadikan saya anak yang baik dan tegar.
Semoga kau tenang dialam sana.

Komentar

Postingan Populer